Menuju Cinta Tuhanku

Menuju Cinta Tuhanku


Tergeletak diatas meja tua lembaran-lembaran kertas putih yang tak terhitung jumlah huruf dan katanya. Warna pudar dibadan kertas menjadi pertanda, kalau kertas-kertas itu sudah tua usianya. Rindu. Ku lihat kertas yang letaknya paling atas dan ku baca dengan khidmat,


Di penghujung malam sunyi
Tubuhku dengan khusyu’ menari
Diatas sajadah hijau tua
Sepi, hanya seikat harapan yang menemani

Tengadah doa dalam munajat
Di iringi lantunan rintih tasbih dan istighfar
Mengundang pasukan-pasukan rindu
Menyimpan sejuta kerinduan dalam cinta

Ku tutup lembaran kertas itu. Mataku mendung. Rindu sekali rasanya.

***

Acara lomba ROHIS di Sman 2 Purworejo tampak meriah. Semua peserta dan tamu yang mayoritasnya anak-anak muda dengan gamis dan jilbab panjang terlihat bersuka cita, alunan lagu nasyid dari Edcoustic menggedor-gedor pintu hati kami. Tak ketinggalan, biarpun cuma melihatnya dari samping panggung di teras masjid, kedua bola mataku ikut asik juga menerobos penampilan grup nasyid yang satu ini. Nantikanku Dibatas Waktu, itu lagu yang Edcoustic dendangkan.

“Kak Arif, pengumuman pemenang lombanya jam berapa nih ?” Tanyaku pada ketua ekskul Rohis disekolahku yang ternyata sedang asik juga mendengarkan dendangan lagu nasyid. Kepalanya tampak bergoyang ke kanan dan ke kiri.

“Ane belum tau, Fan. Sebentar lagi nih kayaknya. Tunggu ya !” Jawabnya singkat sambil masih asik menggoyangkan kepalanya.

Aku mengangguk. Riuh suara sorak dan tepuk tangan penonton terdengar bergemuruh. Suasana semakin khidmat dan syahdu. Tak ayalnya, aku dan teman-teman yang lain ikut bersorak dan menepuk tangan sambil menggeleng-gelengkan kepala. Subhaanallah. Romantis sekali lagunya.

“Oke teman-teman, kita beri tepuk tangan yang meriah sekali lagi untuk Edcoustic.. !!!” Suara teriakan pembawa acara yang disusul suara tepuk tangan dan sorak penonton terdengar semakin bergemuruh.

“Nah, sudah nggak sabar ya teman-teman ? Baik, langsung saja, kita umumkan siapa-siapa saja nih pemenang lombanya” Hehe, akhirnya, pikirku.

Suasana panggung dan acara mendadak tegang. Pembawa acara mulai menyebutkan satu persatu pemenang dari masing-masing mata lomba yang disusul teriakan kegembiraan bagi sekolah yang mendapatkan juara lomba. Mulai dari lomba Adzan, Cerdas Cermat Islam, MTQ, Kaligrafi, dan yang terakhir..

“Untuk juara pertama lomba Musabaqah Hifzhul Qur’an, diraih oleh.. .. “ Duh Rabbi, aku deg-degan rasanya mendengar gaya berbicara pembawa acara yang seperti ini.

“Naja Rahmadina dari Sman 1 Purworejooo.. !!!” Alhamdulillaaaahhhhh.. Allahu Akbar !!

                Aku dan teman-teman bersorak bukan main kencangnya. Alhamdulillah, ku telungkupkan kedua telapak tanganku ke wajah. Bangga sekali rasanya, biarpun bukan aku yang juara, hehehehehe. Karena Naja dan teman-teman akhwat yang lain sudah pulang lebih dulu, spontan ku ketik pesan sms sekedar ucapan selamat untuk Naja,

“Assalamu’alaikum. Naja, selamat ya !!
Kamu juara pertama lomba Musabaqah Hifzhul Qur’an J

                Kagum rasanya dengan akhwat yang satu ini. Aku jadi merasa beruntung sendiri, sebab sudah hampir satu bulan ini aku selalu sharing dengan Naja. Mulai dari tugas sekolah, ekstrakulikuler, pengalaman, arti sebuah ke-istiqamahan, taat kepada Allah, lebih-lebih tentang Al-Qur’an. Alhamdulillah, semenjak sering sharing dengan Naja memang aku rasakan sendiri bagaimana berubahnya semangat ku untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan dan menghafal Al-Qur’an. Awalnya memang ragu, bagaimana tidak ? Naja agak cuek. Tapi ternyata lama-kelamaan Naja begitu ramah dan antusias kalau sedang sharing denganku. Kadang, sesekali dia mengirim pesan dengan pola kalimat yang menunjukkan kalau Naja juga perempuan yang sangat perhatian. Tetapi agak kaget dan tersentuh rasanya hati kecilku. Betapa kurangnya aku selama ini untuk mentadabburi firman Tuhan.

“Yaa Allah, mulai saat ini aku ber-azzam untuk semakin dekat dengan-Mu, untuk lebih menghayati butir-butir ayat-ayat-Mu. Naja, terima kasih ya..”

Tapi kenapa aku sampai sebahagia ini ? Astaghfirullahal’azhiim. Jangan sampai ada rasa yang terlalu jauh Yaa Rabb. Ku lihat lagi diriku sendiri, siapa ?!

***

“Assalamu’alaikum..” Wajahku tertunduk malu.

“Wa’alaikumsalam, Fan” Naja menjawab salamku dan ikut menunduk juga.

                Hanya itu komunikasi kami saat bertemu langsung. Sehelai salam dan senyum ku saja yang muncul kalau bertemu akhwat ini. Bukan karena kami salah tingkah, tapi karena memang kami sudah saling memahami kalau itulah komunikasi terbaik kami sebagai lawan jenis. Entah ada apa sebenarnya, ada perasaan bahagia tiap berpapasan dengan Naja.

                Beberapa bulan lamanya, tidak terasa komunikasi via sms terus berjalan. Satu, dua, dan sampai tiga bulan sekarang ini. Canda dan juga tawa makin mewarnai komunikasi sederhana kami itu. Aku merasakan betapa tulusnya perhatian Naja. Nasihatnya begitu membasahi keringnya taqwaku. Biarpun belum pernah sama sekalipun ngobrol langsung, aku merasakan kenyamanan yang sebelumnya belum pernah aku rasakan sama sekali. Tetapi mulai hari ini, aku berniat untuk mencukupkan komunikasi dengan Naja. Siang tadi untuk pertama kalinya aku berbicara serius secara langsung dengan Naja,

“Naja, maaf yaa, mungkin smsannya bisa dilanjut, dan bisa dilanjut kalau ada perlunya lagi. Saya takut kedepannya justru berlebihan”

Aku dan Naja saling menundukkan pandangan, suasana berubah menjadi bisu sewaktu aku utarakan niatku mencukupkan komunikasi dengan Naja,

“Iyaa, Fan. Gak apa-apa kok, paham kok, Fan”

Sempat dan pertama kalinya aku melihat jelas wajah Naja. Wajah kami sama-sama gelisah. Tetapi tergambar dari air wajah Naja, sebuah ketulusan yang sangat besar. Cukup, ku langkahkan kaki ku dengan seulas senyum,

“Assalamu’alaikum, Naja..”

“Wa’alaikumsalam, Affan”

Yaa Allah, jaga hati hamba-Mu ini. Jaga Naja.

***

                Malam datang lagi. Petala-petala langit yang berwarna gelap menampakkan hiasan-hiasan Tuhan. Langit, bintang, dan bulan begitu semangat menampakkan cahayanya. Suara detak jam di dinding menemani tiap malam-malam sepi ku. Ya, tanpa Naja lagi. Sebuah rutinitas baru yang sangat sulit aku hilangkan selepas belajar tiap malam-Nya, menggelar sajadah di ruang shalatku, ku ambil wudhu, ku rapihkan pakaian dan ku kenakan pakaian shalatku, selepas shalat sunnah, ku ambil Al-Qur’an kecilku yang ternyata sama seperti Al-Qur’an akhwat itu. Selepas shalat sunnah dan tilawah, ku tundukkan pandanganku ke badan sajadah. Rindu sekali rasanya. Nasihat-nasihat dari Naja di ponsel ku baca kembali, ku resapi maknanya, dan ku tutup pesan itu dengan istighfar. Mataku mendung. Tak terbendung lagi air mataku untuk mengalir bersama doa-doa yang kupanjatkan kepada Allah untuk Naja.

                Ikhlas. Aku tidak ingin menjadi penghambat semangatnya untuk menghafal Al-Qur’anul Karim. Semoga dengan jalan yang aku pilih tidak ada dosa kedepannya antara aku dan Naja. Selamat berjuang Naja. Sampai bertemu dengan rahasia Takdir-Nya, Insya Allah.


selesai

Terima Kasih Sudah Membaca Artikel Menuju Cinta Tuhanku Jangan Bosan berkunjung ke blog BahasaRemaja.Com dan Follow Saya .

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Bahasaremajacom

0 Response to "Menuju Cinta Tuhanku"

Post a Comment

Terimakasih telah membaca artikel yang telah saya berikan. Penulis akan bangga dan mendoakan kebaikan untuk pembacanya :)

Buatlah senang penulis dengan berkomentar :)