Jodoh Tak Terduga
Di musim gugur. Musim yang dinanti-nanti oleh jutaan umat manusia di negeri Jepang. Seorang muslimah yang sangat merindukan sakura yang berjatuhan dan dihembus oleh angin. “Andai saja keluargaku dan sahabat-sahabatku sedang bersamaku saat ini, pasti mereka berpikir bahwa ini adalah sebagian dari kebesaran-Nya.” Menakjubkan. Indah bukan? Andai di tanah airnya seperti ini. Hasanah melangkah pergi dari jendela rumahnya menuju pohon-pohon sakura yang ada di dekat rumahnya. Di pikirannya muncul sebuah gambaran, yaitu seseorang yang ia sukai waktu masih kuliah semester 2. Ia sangat saleh dan tampan. Terlintas di pikirannya, namanya, wajahnya, bahkan kebaikannya.
Hasanah bekerja di suatu perusahaan, sebagai penerjemah komik. Baru satu tahun ia kerja di sana. Jauh dari keluarga dan sahabat, tentu saja keberatan, tetapi ia melakukannya demi keluarga. Sastra Jepang, adalah program studi yang sudah diimbang-imbangi sejak SMA. Gemar membaca komik dan buku lainnya, menggambar hobinya, ia suka apa pun yang berbau seni dan sastra. Di perusahaan itu hanya dia yang mengenakan penutup aurat yang syar’i. Namun, ketika di luar sana, banyak sekali orang-orang yang mengira bahwa ia adalah seorang teroris, tapi ia tetap sabar. Kalau tidak, maka tidak ada jembatan penolong baginya, hanya akan ada masalah, karena tanah tempat ia berpijak itu adalah wilayah orang lain.
Ada hari yang membuatnya sangat terkejut, wajahnya menjadi pucat, gemetar, mengalir air mata di pipinya. Ia ingin menjerit sekuat-kuatnya, namun, ia sabar karena-Nya. Itu adalah hari dimana ia mendengar kabar dari kakaknya bahwa sang ibunda telah pergi untuk selama-lamanya. Ia ingin pulang, walau tak dapat memeluk sang mayat ibunda, setidaknya ia ingin berdoa di samping kubur ibunda, memeluk dan mencium nisan yang bertuliskan nama sang ibunda. Malaikat yang selama ini mendidik dan membesarkannya, kasih sayang yang tak pernah henti, dan kini ia sudah tiada. Sang ibunda telah menyusul sang ayahanda. Untunglah anak-anaknya sudah dewasa semua, tak ada yang duduk di bangku sekolah lagi.
Setelah melihat kabar itu melalui inbox di facebook, ia segera ingin pulang. Namun, tentu saja harus izin kepada atasannya, Kazuhiko Aozora namanya, berumur 26 tahun. Pintar, tampan, harta hasil keringatnya sendiri, ia dikenal sebagai orang yang baik hati, ia disegani oleh banyak orang. Tetapi kedua orangtuanya telah meninggal. Yatim piatu. Anak terakhir, sama seperti Hasanah. Mereka berbeda 3 tahun. Hasanah siap menemuinya, karena ia ingin cepat-cepat pulang. Tetapi, jantungnya berdebar-debar karena takut tidak diizinkan. Ana akhirnya mengetuk pintu kantornya dan masuk.
“Maaf sensei saya mengganggu waktu kerja anda,” kata Ana.
“Iya, tidak apa-apa, ada perlu apa kamu menemui saya?” Tanya Zora.
“Anuuu.. Tadi pagi, Ibu saya meninggal dunia, sensei. Saya ingin sekali pulang, memeluk nisannya saja, rasa rinduku sudah terobati. Tidak mungkin aku tidak pulang, karena di pikiranku selalu ada dia. Kasih sayangnya, pelukannya, belaiannya, didikannya, ia sabar dalam menjalani apa yang ia jalani, walaupun itu menyakitkan. Aku lahir dari rahimnya. Antara hidup dan mati. Dirawat dengan penuh kasih. Dulu, waktu aku masih kecil, sebelum tidur, rambutku selalu dibelai olehnya. Kami tertawa karena selalu bercanda. Dan kini.. ia sudah tiada.. Aku mohon sensei, izinkan aku pulang, 1 minggu saja,” jelas Ana, (tetapi menggunakan bahasa Jepang).
Mendengar penjelasan tersebut, Zora tersentuh oleh gumaman yang mengharukan itu, karena ia juga pernah mengalami hal yang sama. Lalu, Zora menjawab, “Baiklah, saya izinkan.” Mendengar itu, betapa senangnya hati Ana, namun, si sensei belum selesai bicara.
“Tetapi ada syaratnya,” lanjutnya.
“Apa itu sensei? Boleh saya tahu?” Tanya Ana penasaran.
“Setelah kamu kembali ke sini, bersediakah kamu menikah denganku?” kata sensei.
Setelah mendengar itu, air mata Ana langsung membasahi pipinya. Dengan berat hati, Ana menjawab dengan berat hati, “I-iya, b-b-baiklah sensei, tetapi bagaimana dengan agama kita?” Lalu, sensei menjawab, “dulu, aku pernah mempelajari Al-Qur’an, kitab itu pemberian temanku, ia juga seorang muslim. Ia juga pernah mengajarkanku salat sampai aku bisa. Dan dulu aku sudah mengucapkan kalimat syahadat, aku pun menjadi seorang mualaf. Namun, ketika ia memutuskan untuk tinggal di Turki, aku tidak mempunyai teman seperti dia lagi, tidak ada yang menyiramku dengan motivasi-motivasi. Dan setelah itu, aku pun mulai meninggalkan salat dan pada akhirnya aku kembali lagi ke agamaku yang sebelumnya dan mulai meninggalkan Islam.”
“Waktu pertama sekali melihatmu, kamu sudah ku jadikan targetku sebagai seorang pendamping. Entah mengapa.. Padahal di luar sana banyak muslimah-muslimah yang cantik dan berjilbab. Mungkin karena pakaianmu yang sesuai dengan isi Al-Qur’an. Iya.. karena itulah yang membuatku tertarik padamu. Aku takut mempermainkan agama, setiap hari aku selalu mencari orang sepertimu, lalu aku melihatmu waktu itu, namun, aku malu untuk berhadapan denganmu.” Jelas sensei sambil tersenyum. “Benarkah?” Jawab Ana sambil kagum. Ternyata Zora adalah sosok yang cerdas. Jantung Ana kembali berdegup-degup. Ana tidak menyangka bahwa ada seseorang atasan yang diam-diam tertarik padanya. Dan ia juga seseorang yang cerdas.
Lalu Ana bicara dalam hati, “lalu, bagaimana dengan seniorku yang saleh yang aku idam-idamkan itu? Mungkin, dia memang bukan jodohku. Allah selalu menyiapkan yang terbaik untukku. Aku yakin…” Terlintas di pikiran Ana, “Benar kata Bunda dan sahabat-sahabat muslimahku, wanita yang baik hanya untuk laki-laki yang baik pula. Menjadi seorang hamba-Nya itu tidak mudah, terkadang banyak rintangan, terkadang ingin marah tanpa sebab, ada-ada saja yang menghalangi untuk menjadi seseorang yang baik. Dengan iman di dada, manusia bisa belajar menjadi seseorang yang penyabar, karena sabar itulah yang akan menjadi jembatan penolong nantinya.”
Ana meneruskan pertanyaannya kepada sensei Zora, “Lalu, bagaimana caramu melamarku?” Tanya Ana.
“Itu gampang An, kabarkan kepada saudara-saudaramu bahwa aku akan menjadikanmu sebagai pendamping hidupku. Lalu, jika ada waktu secepatnya, maka kita akan pergi ke rumah saudaramu.” Jawab si sensei sambil tersenyum manis. Ana ingin sekali mengabarkan kepada sang bunda, bahwa hatinya sudah terhibur. Dan ingin mengabarkan bahwa ia ingin menikah. “Sampaikanlah kabar tentangku kepada Bunda ya Rabb, serta tempatkanlah ia ke tempat yang mulia.”
Cerpen Karangan: Juni Rastina
Facebook: Daarin Juni Rastina
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Bahasaremajacom
0 Response to "Jodoh Tak Terduga"
Post a Comment
Terimakasih telah membaca artikel yang telah saya berikan. Penulis akan bangga dan mendoakan kebaikan untuk pembacanya :)
Buatlah senang penulis dengan berkomentar :)