Hukum Menunda-nunda Membayar Hutang
Sahabat dunia islam, membicarakan hutang sudah hal yang umum di lakukan manusia, kebutuhan yang semakin banyak tetapi kita tidak mampu memenuhi karena kekurangan finansial membuat kita untuk berhutang.
Dalam kesempatan kali ini kita membahas Hukum Menunda-nunda Membayar Hutang, karena di antara kita, ketika berhutang terkadang menunda – nunda untuk membayar nya. Atau ketika di tagih susah sekali untuk membayar. padahal membayar hutang suatu hal yang wajib bagi kita. Barangsiapa mampu membayar hutang maka diharamkan baginya menunda-nunda hutang yg wajib dia lunasi jika sudah jatuh tempo. Hal itu didasarkan pd apa yg diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dimana beliau bersabda.
“Artinya : Penundaan pembayaran hutang oleh orang-orang yg mampu adl sesuatu kezhaliman. Dan jika salah seorang diantara kalian diikutkan (hutangnya dipindahkan) kpd orang yg mampu, maka hendaklah dia mengikutinya“
Oleh karena itu, barangsiapa memiliki hutang, maka hendaklah dia segera membayar hak orang-orang yg wajib dia tunaikan. Dan hendaklah dia bertakwa kpd Allah dalam hal tersebut sebelum maut menjemputnya dgn tiba-tiba, sementara dia masih tergantung pd hutangnya.
Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta ditanya : Ada seorang Yamani yg memiliki sebuah toko di dekat rumah saya. Dan saya biasa mengambil barang darinya dgn cara berhutang yg selalu saya lunasi kemudian. Tetapi, saya masih punya hutang padanya 40 riyal. Dan orang itu kemudian pindah & saya tdk mengetahui sama sekali alamatnya sekarang, & tdk juga mengenal kerabatnya, lalu apa yg harus saya perbuat dgn 40 riyal ini?
Kemudian beliau menjawab
Uang sejumlah 40 riyal itu masih menjadi hutang bagi anda. Sebenarnya, orang-orang Yaman sering bepergian ke Kerajaan Saudi Arabia & kembali lagi ke negeri mereka. Sehingga sangat terbuka kemungkinan utk dpt menjumpai pemiliki toko tersebut. Dan jika anda sudah berputus asa dari upaya menemuinya atau mengetahui tempat tinggalnya, maka anda boleh menyedekahkan uang tersebut atas nama dirinya. Kemudian jika tiba-tiba orang itu datang, maka beritahukan perihal yg sebenarnya kepadanya. Jika dia ridha dgn apa yg anda lakukan maka tdk ada masalah, & jika dia tdk ridha maka anda harus membayarkan uang tersebut. Dan pahala sedekah itu akan menjadi milik anda.
Keadaan orang yang meninggal Masih memiliki Hutang
Dari Ibnu ‘Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ دِينَارٌ أَوْ دِرْهَمٌ قُضِىَ مِنْ حَسَنَاتِهِ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ
“Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki hutang satu dinar atau satu dirham, maka hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham.” (HR. Ibnu Majah ). Ibnu Majah juga membawakan hadits ini pada Bab “Peringatan keras mengenai hutang.”
Itulah keadaan orang yang mati dalam keadaan masih membawa hutang dan belum juga dilunasi, maka untuk membayarnya akan diambil dari pahala kebaikannya. Itulah yang terjadi ketika hari kiamat karena di sana tidak ada lagi dinar dan dirham untuk melunasi hutang tersebut.
dalam riwayat yang lain Dari Salamah bin Al Akwa’ radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:
Kami duduk di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu didatangkanlah satu jenazah. Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki hutang?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Tidak ada.” Lalu beliau mengatakan, “Apakah dia meninggalkan sesuatu?”. Lantas mereka (para sahabat) menjawab, “Tidak.” Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menyolati jenazah tersebut.
Kemudian didatangkanlah jenazah lainnya. Lalu para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah shalatkanlah dia!” Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki hutang?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Iya.” Lalu beliau mengatakan, “Apakah dia meninggalkan sesuatu?” Lantas mereka (para sahabat) menjawab, “Ada, sebanyak 3 dinar.” Lalu beliau mensholati jenazah tersebut.
Kemudian didatangkan lagi jenazah ketiga, lalu para sahabat berkata, “Shalatkanlah dia!” Beliau bertanya, “Apakah dia meningalkan sesuatu?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Tidak ada.” Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki hutang?” Mereka menjawab, “Ada tiga dinar.” Beliau berkata, “Shalatkanlah sahabat kalian ini.” Lantas Abu Qotadah berkata, “Wahai Rasulullah, shalatkanlah dia. Biar aku saja yang menanggung hutangnya.” Kemudian beliau pun menyolatinya.” (HR. Bukhari no. 2289)
Demikian pembahasan tentang Hukum Menunda-nunda Membayar Hutang, Sebaik-baik orang adalah yang paling baik dalam membayar hutang. Ketika dia mampu, dia langsung melunasinya atau melunasi sebagiannya dulu jika dia tidak mampu melunasi seluruhnya. Sikap seperti inilah yang akan menimbulkan hubungan baik antara orang yang berhutang dan yang memberi hutangan.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ خِيَارَكُمْ أَحْسَنُكُمْ قَضَاءً
“Sesungguhnya yang paling di antara kalian adalah yang paling baik dalam membayar hutang.” (HR. Bukhari no. 2393)
Wallahu a’lam
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Bahasaremajacom
0 Response to "Hukum Menunda-nunda Membayar Hutang"
Post a Comment
Terimakasih telah membaca artikel yang telah saya berikan. Penulis akan bangga dan mendoakan kebaikan untuk pembacanya :)
Buatlah senang penulis dengan berkomentar :)